Senin, 09 Juli 2012

Tuhan dan Realitas

Seorang tokoh astronomi, Johannes Keppler, pernah menulis sebuah kerinduan nuraninya, kepada seorang sahabat: "Aku ingin mampu melihat Tuhan dalam jiwa manusia dengan kebeningan yang sama dengan kebeningan aku melihat alam." Usaha pencarian ilmiah yang mendalam untuk menemukan hakikat alam adalah juga sebuah pengalaman religius bagi manusia yang menggumulinya, entah disadari atau juga tidak. Bahkan ketika penemuan terbesar sekalipun sebagaimana para ilmuwan, tidak membedakannya dari sebuah pengalamn sederhana seperti dialami oleh Immanuel Kant: "Jika aku melihat sebuah sarang burung, aku hanya dapat menjatuhkan diri, berlutut dan memujanya."
Pengalaman akan Allah hanya bisa dibahasakan melalui realitas. Inilah hakikat imanensi Allah; yang dekat bahkan ada di antara manusia. Kesadaran akan Allah sesungguhnya juga adalah kesadaran akan realitas kehidupan ini. Menggauli realitas akan menghantarkan manusia pada titik batas pengakuannya bahwa 'Tuhan ada. Tuhan adalah batas kekaguman sekaligus batas ketakberdayaan manusia.
Siapa menggumuli alam, pada suatu saat akan merasa terdorong untuk menundukkan kepala dan berdoa, apa pun agama yang dipeluknya. Itulah sebabnya mengapa para ilmuwan yang produktif, akan sangat mudah membuka hatinya kepada kesadaran bahwa segala penataan alam itu pasti ada sangkut pautnya dengan yang oleh orang-orang disebut "Tuhan".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar