Kamis, 21 Juni 2012

"Jika politik itu kotor, biarkan PUISI yang membersihkannya"

18. Pesan Ibu
Kuingat semasa bocah, pernah ibu berpesan
“setiap hidup adalah seperti mimpi,
Tak mesti kau taklukkan dengan kejantananmu
Atau kau tindas dengan keperkasaanmu,
Kau hanya perlu bangun dari
Dari tidur panjang itu”

19. Wasiat
“jangan pernah takut pada malam,
Anakku, ia yang memberimu mimpi,
membawamu menemui fajar,
menghantarmu menuju hari”
sebelum senja
ingin kutulis wasiat itu
buat anakku
yang ibunya telah pergi kepada malam.

20. Hening
Ke sebuah lorong dingin, aku pergi mendapatkan
Tuhan.
Aku berdoa, memohon agar
Ia datang menolongku
Tapi tak ada jawaban, hanya
Kesunyian yang melebur asaku
Apakah Tuhan telah berganti nama menjadi keheningan?

Kebebasan dan Kebenaran


 
            Nikolay Berdiayev, seorang filsuf Rusia abad ke-20, menggagaskan pemikiran yang teramat mendalam tentang kebebasan. Baginya, kebebasan adalah sebuah tantangan yang tidak gampang untuk dihidupi dan tidak mudah untuk dipikirkan. Namun, kita harus memikirkannya, sebab pemikiran adalah satu bentuk pertanggungjawaban.
            Tentang kebebasan dan hakekat kebenaran, Berdiayev menulis bahwa manusia tidak boleh dipaksakan untuk apa pun dan dengan alasan apa pun, termasuk oleh dan untuk kebenaran. "Suatu kebenaran yang dipaksakan, atas namanya saya harus melepaskan kebebasan, bukanlah kebenaran melainkan cobaan iblis..." (hal 140). Karena posisinya yang ultim tersebut, maka kebebasan pun dipakai untuk menakar dan menilai segala sesuatu, tidak terkecuali kebenaran. Itu berarti, sesuatu hanya dapat disebut sebagai kebenaran kalau dia membebaskan. "Kebenaran dikenal dalam dan melalui kebebasan" (hal 26).

Benarkah Perempuan Kita Seperti Ini?

            DALAM bentangan sejarah muncul begitu banyak pandangan pincang tentang perempuan. Beberapa di antaranya kita sebutkan di sini. Menurut Plato, perempuan adalah degradasi pria. Pria yang penakut pada tahap reinkarnasi nanti akan berubah menjadi perempuan.
Filsuf "gila" Friedrich Nietzsche menulis sebuah aforisma yang sangat terkenal. "Perempuan yang mempunyai kecenderungan akademis pasti memiliki sesuatu yang salah dengan seksualitasnya." Menurut Demosthenes, perempuan tak lebih dari pelacur untuk kenikmatan tubuh pria, tak lebih dari selir-selir untuk tidur serumah bersama.
            Budaya Timur kuno pernah melegitimasi pelecehan seksual terhadap perempuan. Ada anggapan bahwa praktek persetubuhan adalah puncak seluruh ibadat. Pada pemujaan Baalistik dalam agama Babilon, praktek seperti ini dilihat sebagai "pelacuran sakral". Dewa Apollo dalam mitologi Yunani juga mengatakan bahwa yang membuat anak bukan perempuan, dia hanya menjaga benih yang ditanam pria dalam rahimnya.
Tertulianus malah tegas-tegas mengatakan, perempuan merupakan gerbang iblis. "Engkaulah gerbang iblis. Oleh karena engkau, pria, gambar Allah, terjerumus dalam dosa," kata Tertulianus. Adolf Hitler mendeterminasikan perempuan dalam caturfungsi: Kueche (dapur), Kinder (anak), Kirche (gereja) dan Kleider (pakaian).
            Sekarang, pandangan-pandangan minor seperti ini nyaris tak terdengar lagi. Tetapi praktek-praktek pelecehan dan bersifat merendahkan kaum perempuan masih terjadi dan terus terjadi. Dalam hampir semua sektor kehidupan, kaum perempuan masih diposisikan pada tempat nomor dua. Di pabrik-pabrik, misalnya, gaji perempuan masih lebih kecil dari pria, meski porsi dan beban kerjanya sama. Di bidang politik, kita juga melihat betapa sulitnya nama perempuan menempati nomor urut satu dalam pemilihan legislatif. Di bidang pemerintahan juga sama. Perempuan yang bisa menduduki eselon II masih sangat terbatas.
Di rumah juga sama. Meski bersuamikan pria yang mengerti dengan pendidikan yang baik, para istri juga masih berkutat seputar sumur dan dapur. Banyak istri yang luang lingkupnya masih di wilayah domestik. Pertanyaan pentingnya, mengapa semua ini masih terus terjadi? Ada pandangan yang mengatakan bahwa semuanya adalah normal, apa adanya. Sudah given, terberi. Sudah seperti itu. Tidak perlu dipersoalkan. Artinya, posisi perempuan yang terendahkan, terkebelakang bukan masalah. Dan, banyak perempuan juga menerima pandangan ini. Benarkah??